Saat Pandemi Covid-19 melanda seluruh dunia, sesungguhnya Indonesia pernah melewati sebuah bencana yang mampu dilewati dengan semangat gotong royong yang telah membumi di negeri ini. Tulisan berikut ini pernah dimuat di Jambi Independent (29/10/2019), saya bagikan ini untuk kembali mengingatkan pada semua bahwa bangsa ini mampu keluar dari pandemi ini dengan semangat gotong-royong tersebut dan juga motivasi besar untuk merubah pola hidup yang kurang baik menjadi baik.
BERPRASANGKA BAIK TERHADAP KABUT
ASAP KARHUTLA
Orang bijak berkata, “Pasti ada
hikmah dibalik suatu peristiwa.” Kata-kata ini selalu menginspirasi dan
memotivasi semua orang untuk bangkit dari keterpurukan atau bersemangat
melanjutkan semua rencana-rencana yang telah tertunda. “Move on”, kata
anak milenial hari ini.
Bencana kabut asap yang melanda
beberapa provinsi di Indonesia termasuk Provinsi Jambi, belum sepenuhnya dapat
teratasi. Kabupaten Tanjung Jabung Timur pada hari-hari tertentu masih
diselimuti oleh asap yang dihasilkan dari kebakaran hutan dan lahan walaupun
sudah pernah turun hujan deras. Namun karena sebagian besar adalah lahan
gambut, hujan yang turun belum dapat memadamkan bara api sepenuhnya.
Dicatat oleh SiPongi, Karhutla
Monitoring System, Direktorat PKHL Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik
Indonesia melalui sipongi.menlhk.go.id,
Luas Kebakaran Hutan dan Lahan (Ha) Provinsi Jambi Tahun 2014-2019 adalah
3.470,61 (2014); 115.634,34 (2015); 8.281,25 (2016); 109,17 (2017); 1.390,90
(2018); dan 11.022,00 (2019) sedangkan
untuk luasan secara nasional adalah 44.411,36 (2014); 2.611.411,44 (2015);
438.363,19 (2016); 165.483,92 (2017); 510.564,21 (2018); dan 328.722,00 (2019).
Kabut asap juga
memiliki berbagai dampak negatif terhadap kesehatan karena kabut asap bisa
mengandung partikel-partikel berbahaya, misalnya gas karbondioksida (CO2),
sulfur oksida (SO2), nitrogen oksida (NO2), dan juga
partikel abu yang ikut terbawa oleh angin.
Sejumlah penyakit yang mengintai akibat
paparan kabut asap karhutla berdasarkan Pusat Krisis Kesehatan,
Kementerian Kesehatan adalah Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA), Asma, Penyakit
Paru Obstruktif Kronik (PPOK), penyakit jantung dan Iritasi. Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA)
adalah salah satu penyakit yang dapat menyerang siapa saja yang terpapar asap, Kompas.com
mencatat jumlah penderita ISPA Provinsi Jambi adalah 63.554 orang.
Selain memberikan
dampak pada kesehatan, penyebaran asap yang hampir ke seluruh wilayah Provinsi
Jambi turut berdampak pada aktifitas masyarakat dalam berbagai bidang. Kegiatan
belajar mengajar di sekolah salah satunya, akibat Indeks Standar Pencemaran
Udara di beberapa kota/kabupaten jika sudah tergolong sangat tidak sehat atau
berbahaya maka anak-anak tidak dapat melakukan kegiatan belajar mengajar di
sekolah secara normal atau bahkan diliburkan sesuai himbauan yang diberikan
oleh pemerintah.
Dampak-dampak yang
terjadi tersebut adalah dampak negatif yang dirasakan oleh kita semua, artinya
apakah benar-benar tidak ada hal baik yang kita rasakan selama kabut asap
karhutla melanda ?
Memperhatikan apa yang telah berlangsung
pada + 3 bulan terakhir terutama di sekitar lingkungan terdekat,
ternyata ada beberapa perilaku positif yang terjadi karena kabut asap yang
menyelimuti lingkungan kita. Beberapa perilaku positif yang terlihat adalah :
1. Iman dan Taqwa
“.... Anugerah dan bencana adalah kehendak-Nya
Kita mesti tabah menjalani
Hanya cambuk kecil agar kita sadar
Adalah Dia di atas segalanya ...”
Ini adalah potongan syair lagu “Untuk
Kita Renungkan” yang ditulis dan dinyanyikan oleh Ebiet G. Ade pada Tahun 1982.
Kabut asap karhutla semakin sulit
diatasi karena bersamaan dengan periode musim kemarau yang secara periodik
terjadi di Indonesia. Sebagai bangsa yang beragama kita diajarkan berikhtiar,
berdoa dan bertawakkal.
Selama + 2 bulan terakhir kita
menyaksikan masyarakat kita berikhtiar mengatasi kebakaran lahan dan hutan di
wilayahnya masing-masing, tidak hanya ikhtiar yang sungguh-sungguh tapi juga
diiringi dengan doa yang ikhlas, salah satunya sebagaimana yang dilakukan oleh
umat Islam dengan melaksanakan sholat istisqo. Hal ini tidak mungkin dilakukan
tanpa ada dasar iman dan taqwa, artinya kabut asap karhutla mampu memotivasi
umat beragama untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan
berharap pertolongan dari-Nya.
2. Gotong Royong
Budaya gotong royong yang selama ini
menjadi modal besar bangsa Indonesia dalam melakukan pembangunan nasional,
sepanjang terjadinya kebakaran hutan dan lahan saat ini terlihat semakin kental.
Secara sadar masyarakat bekerjasama memadamkan karhutla yang terjadi di
wilayahnya masing-masing.
Masyarakat menyadari kewajiban untuk
memadamkan karhutla tidak menjadi tanggung jawab petugas pemerintah saja.
Petugas dan masyarakat bersama-sama dengan kesadaran memadamkan karhutla.
3. Tolong Menolong
“Masker”, adalah asesoris yang selalu
dipakai oleh setiap orang selama peristiwa kabut asap masih terjadi. Pada
awalnya masker harus diperoleh dengan cara dibeli dari apotek atau diberikan
oleh dinas kesehatan setempat. Selanjutnya, muncul relawan-relawan yang
bergerak secara individu atau melalui komunitas mereka membagikan masker di
tempat umum seperti sekolah, atau di sekitar lingkungan tempat tinggalnya.
Musim kemarau menyebabkan banyak
sumur-sumur masyarakat yang kering sehingga mereka kesulitan untuk memenuhi
kebutuhan MCK. Namun semua dapat diatasi karena secara sadar dan tidak dengan
meminta imbalan masyarakat yang sumur-sumurnya belum kering mempersilahkan
masyarakat yang membutuhkan untuk mengambil air di sumur mereka. Bahkan ada
gerakan masyarakat secara teroganisir menyediakan air bersih bagi wilayah
terdampak kekeringan yang mencerminkan semangat tolong menolong.
Semangat ini harus terus ditumbuhkan
dalam masyarakat terutama ketika akan melakukan kebaikan. Jadi, ajaklah seluruh
masyarakat jangan saling tolong menolong dalam melakunan kejahatan.
4. Kepedulian
Tidak ingin kabut asap kebakaran hutan
semakin meluas, muncul gerakan kepedulian lingkungan di masyarakat saling
mengajak untuk tidak membakar lahan, hutan bahkan sampah (selama musim kemarau)
sembarangan. Sampah yang terurai dimanfaatkan menjadi kompos sedangkan sampah
yang tidak dapat diuraikan dikumpulkan di bank sampah untuk selanjutnya didaur
ulang menjadi sesuatu yang bermanfaat, misalnya botol plastik diubah menjadi
vas bunga.
“Untuk Kita Renungkan” yang ditulis dan
dinyanyikan oleh Ebiet G. Ade juga menyampaikan :
“.... Kita mesti berjuang memerangi diri
Bercermin dan banyaklah bercermin
Tuhan ada disini di dalam jiwa ini
Berusahalah agar Dia tersenyum... ohh
Berusahalah
agar Dia tersenyum ...”
Semoga
senyum dan tawa anak-anak kita segera kembali karena mereka dapat kembali
sekolah dan bermain dengan bebas di lapangan tanpa harus takut terpapar kabut
asap karhutla. Yang tidak boleh dilupakan, selalu berprasangka baik dengan
semua peristiwa yang terjadi agar kita dapat mengeluarkan perilaku positif yang
akan mengurangi dampak-dampak negatif dari peristiwa tersebut.
Mengutip Surat Ali Imron Ayat 191, “Ya
Robb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau,
maka peliharalah kami dari siksa Neraka.”
Posting Komentar